Di sebuah desa kecil, hiduplah dua sahabat sejak kecil: Adam dan Ibrahim.
Adam dikenal sebagai pria yang sangat bijak. Ia selalu menenangkan situasi dengan kata-katanya yang penuh hikmah, mengingatkan orang-orang pada nilai kesabaran dan keikhlasan.
Sedangkan Ibrahim adalah sosok yang berakal — cerdas, cepat memahami masalah, dan sering mencari solusi praktis dengan pemikirannya yang tajam.
Suatu hari, desa mereka diterpa masalah besar. Sungai yang menjadi sumber air mulai mengering, menyebabkan kekeringan dan kekhawatiran.
Penduduk desa bingung mencari cara agar bisa bertahan.
Adam mengumpulkan warga dan berkata,
"Kesabaran dan doa harus jadi pegangan kita. Allah tidak akan meninggalkan hamba-Nya yang berserah dan berusaha."
Ibrahim menambahkan,
"Kita juga harus berpikir dan bertindak. Mari kita cari sumber air alternatif, buat sistem pengairan sederhana, dan gunakan teknologi sederhana untuk mengatasi masalah ini."
Dengan kebijaksanaan Adam dan kecerdasan Ibrahim, warga desa bekerja bersama: membangun saluran air baru, menanam pohon untuk menjaga tanah, dan mengatur pola penggunaan air.
Adam selalu mengingatkan agar mereka tetap sabar dan berdoa, sementara Ibrahim mengawasi teknis dan perencanaan.
Waktu berlalu, sungai perlahan pulih, dan kehidupan kembali normal.
Warga bersyukur, menyadari bahwa solusi terbaik datang dari kombinasi hati yang sabar dan akal yang tajam.
Adam tersenyum pada Ibrahim,
"Kita berbeda, tapi Allah membuat kita saling melengkapi."
Ibrahim membalas,
"Benar. Bijak tanpa akal, dan akal tanpa bijak, akan sulit berjalan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar