Rabu, 21 Mei 2025

Ranah Dzikir Muslim

 

Namanya Hasan. Ia tidak memiliki gelar keagamaan, bukan ustaz, bukan pula keturunan ulama. Tapi di matanya ada kedalaman, dan di langkahnya ada keheningan yang membuat orang bertanya-tanya:

“Apa yang ia pikirkan saat dunia sedang riuh?”
“Mengapa ia tak pernah terlihat marah meski diperlakukan buruk?”

Jawabannya satu: dzikir.


🔄 Tingkatan Dzikir yang Dilalui Hasan

1. Dzikir Lisan

Di masa mudanya, Hasan mengulang dzikir karena guru ngajinya berkata:

“Perbanyaklah istighfar, subhanallah, dan la ilaha illallah.”

Hasan melakukannya setiap hari, pagi dan petang. Kadang diulang karena hafal, kadang karena rutinitas. Namun, perlahan ia merasa… ada sesuatu yang mulai berubah. Hatinya menjadi lebih tenang, dan pikirannya lebih jernih.

“Mengapa saat aku menyebut nama-Mu, dunia terasa kecil?” bisiknya.

2. Dzikir Hati

Hasan pun naik satu tingkat. Kini, lisannya diam, tapi hatinya terus menyebut nama Allah.

Saat berjalan, ia berdzikir.
Saat merenung, ia berdzikir.
Bahkan saat berbicara dengan manusia, hatinya tetap menggenggam nama Tuhannya.

“Aku bisa tersenyum, meski hatiku sedang mengingat maut,” katanya pada temannya.
“Karena dzikir bukan tentang suara, tapi tentang kehadiran batin.”

3. Dzikir dalam Nafas

Suatu hari, gurunya berkata:

“Orang yang benar-benar berdzikir, bernafas pun dalam dzikir.

Hasan mulai melatih diri. Ia menarik nafas dengan penuh kesadaran, menghembuskannya sambil mengingat:

“Semua ini fana… kecuali wajah Allah.”

Ia kini tak mengandalkan tasbih di tangan, karena tasbih itu sudah ada di dadanya.


🌌 Dzikir Dalam Perbuatan

Tapi dzikir bukan hanya tentang ucapan dan hati. Hasan kini berada di tingkatan yang lebih tinggi: dzikir dalam amal.

  • Saat membantu tetangga tanpa pamrih, itu dzikir.

  • Saat menahan amarah demi menghindari dosa, itu dzikir.

  • Saat menundukkan pandangan, itu dzikir.

  • Saat memberi dengan senyum, itu dzikir.

“Dzikir paling tinggi,” katanya,
“adalah ketika semua gerak tubuhmu menjadi bentuk penghambaan.”


🕊️ Puncak Ranah Dzikir: Fana’ Fillah

Hasan tahu ia belum sampai pada derajat para arifin — orang-orang yang telah larut dalam dzikir hingga hanya Allah yang tertinggal dalam hati mereka.

Tapi ia terus berjalan ke arah itu, dengan rendah hati.

“Aku tak ingin dikenal sebagai orang shalih,
tapi aku ingin Allah mengenalku sebagai hamba yang terus mengingat-Nya.”


🌿 Penutup

Ranah dzikir Muslim bukan soal hafalan atau jumlah,
tapi perjalanan dari lisan, ke hati, ke nafas, ke amal, hingga ke seluruh wujud.

Dzikir bukan hanya alat untuk mengingat,
tapi jalan untuk pulang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar