Di negeri bernama Ardhana, damai telah lama berkuasa. Tapi seperti semua cerita yang terlalu tenang, badai datang tiba-tiba—dan bentuknya bukan angin atau hujan, melainkan monster.
Makhluk itu muncul dari celah gunung yang selama ini diyakini tertutup. Bertubuh raksasa, dengan kulit sekeras baja, mata menyala merah, dan taring sepanjang tombak. Namanya bergema dalam ketakutan: Ravagrul.
Ia tidak menyerang kota secara langsung. Ia berjalan pelan, menghancurkan hutan, menyedot air sungai, dan menghanguskan ladang. Rakyat tahu: ini bukan sekadar ancaman. Ini akhir zaman—kecuali seseorang bisa menghentikannya.
Dan muncullah sang pahlawan: Kaela, putri kesatria dari timur. Ia tidak datang dengan pasukan, hanya mengenakan zirah ringan, pedang bercahaya di punggung, dan keberanian yang tak bisa dipadamkan.
“Sendiri?” tanya seorang tetua.
“Monster itu bukan untuk dikalahkan dengan keramaian,” jawab Kaela. “Dia datang untuk diuji—dan aku akan jadi ujiannya.”
Pertarungan terjadi di lembah Marga, tempat Ravagrul mengaumkan kemarahannya ke langit.
Kaela berdiri tegak. Monster itu melangkah, membuat tanah berguncang.
Serangan pertama datang: cakar seukuran gerobak mengayun ke arah Kaela. Ia melompat, pedangnya menyalakan percikan di kulit baja Ravagrul—tapi tak cukup untuk melukai.
Pertarungan terus berlangsung: Kaela menari di antara serangan, mencari celah. Setiap tebasan hanya meninggalkan goresan kecil. Monster itu tertawa—suara menggelegar yang membuat burung jatuh dari langit.
“Kau pikir bisa mengalahkanku, manusia kecil?”
Kaela tak menjawab. Ia mengamati. Ia sadar: monster ini tidak hanya kuat. Ia takut.
“Kenapa kau tidak membakar kota?” tanya Kaela di tengah serangan.
Ravagrul terdiam sejenak.
“Aku tidak ingin membunuh,” jawabnya. “Tapi aku lapar. Aku kesepian. Dunia ini... terlalu sunyi.”
Kaela menurunkan pedangnya.
“Jadi kau bukan monster. Kau hanya... kehilangan tempatmu.”
Ravagrul menatap Kaela, tak percaya.
Dan di situlah, pertarungan berakhir. Bukan dengan kematian, tapi dengan pemahaman.
Hari itu, dunia menyaksikan sejarah yang berbeda. Monster tidak dikalahkan dengan kekuatan, melainkan dengan keberanian untuk mendengar. Kaela tidak hanya jadi pahlawan karena ia kuat, tapi karena ia berani berhenti berkelahi—saat orang lain hanya tahu cara menyerang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar