Rabu, 21 Mei 2025

"Namaku Muslim"

 

Namaku Yusuf.
Aku dilahirkan sebagai Muslim. Di akta lahir, namaku jelas. Di kartu keluarga, agamaku tertulis: Islam. Tapi lama aku berpikir... apakah aku benar-benar seorang Muslim? Atau hanya terlahir sebagai satu?

Aku shalat... kadang.
Aku puasa... jika sempat.
Aku tahu Allah itu ada, tapi aku belum pernah sungguh-sungguh merasa dekat dengan-Nya.

Sampai suatu hari, hidupku berubah.


Aku duduk di bangku taman, lelah dengan pekerjaan dan dunia yang terus berputar tanpa henti. Di sampingku, seorang pria tua duduk. Ia tersenyum dan membuka mushaf kecil.

Tanpa diminta, ia bertanya,

"Nak, kamu Muslim?"

Aku mengangguk.

Ia menatapku lama, lalu berkata dengan lembut,

"Muslim bukan hanya nama di KTP. Ia adalah cahaya dalam hati. Muslim sejati tak hanya shalat, tapi tunduk dalam semua urusan hidupnya kepada Allah."

Aku terdiam.

"Menjadi Muslim itu bukan hanya tentang ritual," lanjutnya, "tapi bagaimana kau berdiri ketika dunia menekanmu, bagaimana kau bersikap ketika punya pilihan antara benar dan mudah, dan bagaimana kau terus kembali kepada Allah meskipun sering jatuh."


Sejak itu, aku mulai berpikir.

Aku mulai bangun untuk shalat, bukan karena takut dosa, tapi karena rindu. Aku membaca Qur’an bukan karena harus, tapi karena ingin tahu siapa Tuhanku. Aku meminta ampun, bukan karena takut neraka, tapi karena malu telah melupakan-Nya begitu lama.

Aku belajar bahwa Islam bukan beban, tapi jawaban.
Islam bukan hanya kewajiban, tapi rahmat.

Dan kini, jika seseorang bertanya padaku:

"Kamu Muslim?"

Aku akan tersenyum dan menjawab:

"Ya. Dan aku sedang belajar mencintai agamaku, bukan sekadar menjalaninya."


Pesan moral:

Menjadi Muslim bukan hanya soal lahir dan label. Tapi soal perjalanan hati yang terus kembali kepada Allah, sedikit demi sedikit, dengan jujur, tulus, dan istiqamah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar