Rabu, 21 Mei 2025

Dua Ekor Singa Betina

 

Di pasar kecil yang ramai di pinggiran kota, di antara teriakan pedagang dan suara ayam hidup yang dijual di kandang bambu, tiba-tiba suasana berubah panas.

Dua wanita—Mira, seorang penjual sayur galak yang terkenal mulut pedasnya, dan Rani, penjual gorengan dengan suara cempreng dan langkah cepat—berdiri berhadap-hadapan. Mata mereka saling menantang, seperti dua ekor singa betina yang menemukan satu mangsa yang sama.

Semuanya bermula dari hal sepele: tempat lapak.

“Ini tanah aku! Aku udah naruh bangku dari Subuh!” bentak Mira, rambutnya yang dicat merah menyala mulai berdiri karena amarah.

“Bangku doang gak berarti tempatmu! Aku jualan di sini kemarin, dan orang-orang suka gorengan aku!” seru Rani sambil melipat lengan dan menjentikkan rambutnya ke belakang.

Perang mulut tak terhindarkan.

“Gorengan kamu keras kayak batu!”

“Sayuran kamu layu kayak hatimu!”

Dan dalam satu detik, sebelum ada yang bisa menahan, tangan Mira melayang ke rambut Rani. Jemarinya mencengkeram seperti akar tumbuhan mencari tanah. Rani membalas tak kalah garang, menarik rambut merah Mira sambil berteriak, “Nih, biar tahu rasa pewarna rambut palsu!”

Keributan pun pecah.

Orang-orang pasar berkumpul, bukannya melerai, justru bersorak seperti menonton pertandingan tinju dadakan. Beberapa ibu-ibu menyoraki:

“Jambak yang keras, Rani!”

“Tarik ke kanan, Mira!”

Sementara itu, tukang parkir sibuk merekam dengan ponsel murahnya, tertawa sambil berkata, “Ini bakal viral!”

Kedua wanita itu saling tarik rambut, terhuyung, bahkan sempat jatuh berguling ke tumpukan kol dan terong. Tapi yang paling lucu, di tengah perkelahian itu, mereka kehabisan napas hampir bersamaan.

“Capek… juga ya,” ujar Mira sambil ngos-ngosan.

“Heh… ya iya, umur kita juga bukan dua puluh lagi,” sahut Rani dengan rambut kusut dan separuh gorengan masih menggantung di bajunya.

Mereka terdiam sejenak. Lalu, entah siapa yang mulai dulu, keduanya tertawa—keras, lepas, seperti dua perempuan yang baru saja sadar betapa konyolnya mereka.

Akhirnya, sambil duduk di atas karung bawang, mereka membagi lapak jadi dua.

“Kamu jualan dari sini ke kiri. Aku dari sini ke kanan,” kata Mira.

“Setuju. Tapi jangan hina gorengan aku lagi,” balas Rani.

“Kalau kamu gak hina sayuran aku duluan, kita damai,” jawab Mira.

Dan sejak hari itu, dua singa betina pasar itu jadi pasangan dagang paling kompak. Tapi jika ada orang baru yang coba ambil tempat mereka, satu tarikan rambut dari mereka berdua cukup jadi peringatan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar