Rabu, 21 Mei 2025

Perempuan Ranking 1 vs Laki-Laki Ranking 1

 

Di SMA Garuda Bangsa, hanya ada satu hal yang lebih ditunggu daripada acara pensi atau kelulusan: pengumuman ranking satu.

Selama dua tahun terakhir, nama yang selalu duduk di puncak peringkat adalah Aldric, siswa pendiam tapi jenius di bidang eksak. Ia dikenal tenang, nyaris tanpa emosi, dan tak pernah mendapat nilai di bawah 95.

Namun di semester baru ini, sesuatu yang luar biasa terjadi.

Di daftar ranking yang ditempel di papan mading sekolah, satu nama baru muncul sejajar dengannya:

Shakira Aulia Rahmah — siswi pindahan dari luar kota, yang langsung menyusul Aldric di posisi ranking satu bersama.

Seketika, sekolah gempar.

“Perempuan bisa saingin Aldric?”

“Siapa tuh Shakira? Cantik sih… tapi ranking satu?”

Aldric sendiri tidak berkata apa-apa. Ia hanya menatap nama itu, lalu diam-diam mencatat: “Shakira. Ancaman.”


Sejak hari itu, perang diam-diam pun dimulai.

Setiap ulangan, mereka berdua selalu mendapat nilai sempurna. Saat guru memberikan soal tambahan, mereka adu cepat mengerjakan. Bahkan saat guru Bahasa Indonesia memberi tugas membuat puisi, Shakira menulis bait menyayat hati, sementara Aldric menyusun puisi seperti rumus logika—dan dua-duanya disebut “karya terbaik”.

Perang mereka bukan dengan adu teriak, tapi adu kecerdasan. Pandangan saling tantang di kelas. Senyum sinis saat tugas dikumpulkan. Bahkan rumor mengatakan mereka saling menukar soal sendiri untuk menguji satu sama lain di luar jam pelajaran.

Namun, semua berubah saat lomba debat nasional antar sekolah tiba.

Guru menunjuk dua orang yang harus mewakili sekolah: Aldric dan Shakira.

Awalnya semua mengira mereka akan menolak. Tapi mengejutkan, keduanya berkata, “Saya setuju.” Serentak.

Mereka harus bekerja sama—untuk pertama kalinya.

Di ruang latihan, awalnya suasana dingin. Mereka tak saling bicara kecuali soal teknis. Tapi lama-kelamaan, di balik adu argumen dan logika yang tajam, muncullah rasa hormat yang aneh. Rasa kagum. Bahkan… mungkin sedikit ketertarikan.

Saat lomba tiba, mereka tampil seperti satu jiwa. Shakira menyerang dengan kata-kata tajam dan ekspresi kuat. Aldric membalas dengan logika rapi dan data yang tak terbantahkan.

Dan ketika pengumuman pemenang disampaikan: SMA Garuda Bangsa—Juara 1.

Malam itu, di pinggir tangga aula sekolah, mereka duduk berdampingan.

“Kita bagus juga ya... kalau berhenti saling sikut,” kata Shakira sambil tersenyum.

Aldric menatap langit. “Atau mungkin... kita bagus justru karena saling sikut.”

Shakira tertawa. “Jadi ini perang... atau kerja sama?”

Aldric menoleh. “Kenapa tidak dua-duanya?”


Sejak itu, mereka tetap berada di puncak—ranking satu bersama. Tapi kini bukan sebagai rival semata. Mereka menjadi legenda sekolah. Duet otak jenius, bagaikan matahari dan bulan: berbeda, tapi saling menerangi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar