Rabu, 21 Mei 2025

PENYIHIR YANG TAK TERKALAHKAN

 

Di ujung dunia yang terlupakan, berdiri sebuah menara hitam setinggi langit, dijuluki Menara Sunyi. Di dalamnya tinggal seorang penyihir yang namanya tak berani disebut, bahkan oleh para raja dan dewa: Aremon. Ia dijuluki Sang Tak Terkalahkan, karena dalam ribuan tahun, tak satu pun makhluk hidup, siluman, maupun roh, yang mampu menundukkannya.

Legenda menyebut Aremon pernah menghentikan perang tujuh kerajaan hanya dengan satu kata. Ia menghidupkan padang gurun yang mati menjadi hutan dalam sehari, dan menutup langit selama sebulan agar matahari tidak membakar dunia. Ia bisa menghapus nama seseorang dari sejarah hanya dengan menghela napas.

Seluruh dunia gemetar mendengar namanya. Tak ada yang tahu dari mana kekuatannya berasal. Tapi semua percaya: Aremon tidak bisa dikalahkan.

Namun, jauh di dalam menara hitam itu, Aremon duduk sendiri di atas takhta batu. Matanya kosong, tangannya bergetar meski ia bisa menghancurkan gunung dengan jentikan jari.

“Aku menang,” bisiknya setiap malam. “Dan aku sendiri.”


Suatu malam, angin membawa suara ketukan ke pintu menaranya. Suara yang tak terdengar selama seribu tahun. Aremon membuka mata. Ia merasa sesuatu yang ganjil… bukan sihir, bukan ancaman, tapi keberanian yang polos. Ia berjalan turun, membuka pintu dengan gerakan ringan.

Di hadapannya berdiri seorang gadis kecil, mungkin tak lebih dari sepuluh tahun, dengan rambut kusut dan baju compang-camping. Tapi tatapannya lurus, tanpa takut.

“Aku datang untuk mengalahkanmu,” katanya.

Aremon mengerutkan dahi. “Dengan apa?”

Gadis itu mengangkat sebuah boneka lusuh.

“Dengan ini,” jawabnya mantap. “Karena kau paling kuat di dunia, dan aku ingin tahu apakah kau bisa menolak persahabatan.”

Penyihir itu terdiam. Tak ada mantra yang siap diucapkan. Tak ada kutukan yang terlintas. Untuk pertama kalinya, sejak ia menjadi Sang Tak Terkalahkan, ia merasa… tak tahu harus berbuat apa.

“Namamu siapa?” tanya Aremon akhirnya.

“Lina,” jawab gadis itu. “Aku tak punya rumah, jadi aku pikir, mungkin kau bisa jadi temanku. Siapa tahu... bisa saling kalah dalam permainan.”

Aremon menunduk. Tubuhnya yang selama ini tampak seperti bayangan hitam, perlahan memudar menjadi sosok manusia. Lelaki tua, lelah, dengan mata penuh air.

“Lina…” bisiknya. “Kau baru saja melakukan sesuatu… yang tak pernah dilakukan siapa pun.”

“Apa itu?” tanya Lina sambil tersenyum.

“Kau mengalahkanku,” jawab Aremon. “Kau membuatku merasa... ingin hidup, lagi.”


Dan sejak hari itu, menara hitam tak lagi sunyi. Dari puncaknya terdengar tawa. Dunia tetap tahu bahwa Aremon adalah penyihir terkuat. Tapi sekarang, mereka juga tahu satu hal lagi:

Bahkan yang paling kuat pun bisa dikalahkan… oleh seseorang yang datang bukan untuk menghancurkan, tapi untuk menyentuh hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar